PROSE PENANGANAN LIMBAH B3 GAS PADA PT KRAKATAU STEEL
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu
proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana
masyarakat bermukim atau industri, di sanalah berbagai jenis limbah akan
dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai
aktivitas domestik lainnya (grey water). Dikarenakan
terdapat berbagai macam limbah, maka terdapat pula berbagai macam polutan atau
senyawa-senyawa pencemar yang dapat mencemarkan lingkungan sekitarnya. Salah
satu jenis pencemaran yang paling diperhatikan akhir-akhir ini adalah
pencemaran udara.
Pencemaran udara dapat
disebabkan oleh sumber alami maupun sebagai hasil aktivitas manusia. Zat
pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan
gas. Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila
konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal
dari sumber alami (seperti gunung api) serta juga gas yang berasal dari
kegiatan manusia (anthropogenic sources) seperti
polutan dari kendaraan bermotor, aktivitas industri dan lain-lain. Apabila
pencemaran itu terus menerus terjadi, maka dikhawatirkan akan terjadi perubahan
drastis di bumi seperti global warming atau kabut tebal. Oleh karena itu perlu dilakukannya
pengendalian pencemaran udara.
Pengendalian pencemaran udara ini akan membawa dampak
positif bagi lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan
masyarakat yang lebih baik, kenyamanan hidup lingkungan sekitar yang lebih
tinggi, resiko yang lebih rendah, kerusakan materi yang rendah, dan yang paling
penting ialah kerusakan lingkungan yang rendah.
PT
Krakatau Steel adalah perusahaan baja terbesar di Indonesia. BUMN yang
berlokasi di Cilegon, Banten ini berdiri pada tanggal 31 Agustus 1970. Produk
yang dihasilkan adalah baja lembaran panas, baja lembaran dingin, dan baja
batang kawat. Hasil produk ini pada umumnya merupakan bahan baku untuk industri
lanjutannya. Proses produksi yang dilakukan PT KS (Krakatau Steel) ini ternyata
dapat menciptakan limbah B3 (Bahan berbahaya dan beracun) yang salah satunya
adalah gas yang dapat menimbulkan tumpukan debu yang mengandung zat Zn (besi)
yang besar, hal ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan rusaknya tumbuhan
dilingkungan sekitar.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu pencemaran limbah gas?
2. Apa saja unsur-unsur dari limbah gas?
3. Bagaimana proses pencemaran limbah gas?
4. Bagaimana pengaruhnya limbah gas untuk kesehatan manusia?
5. Bagaimana cara penanganan limbah B3 diPT KS?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pencemaran udara
itu ?
2. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur
dari limbah gas ?
3. Untuk memahami bagaimana proses
pencemaran limbah gas ?
4. Untuk memahami bagaimana pengaruhnya
limbah gas untuk kesehatan manusia ?
5. Untuk memahami bagaimana cara penanganan
limbah B3 tersebut diPT KS ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah gas/asap adalah limbah yang
memanfaatkan udara sebagai media. Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu
melalui udara dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas.
Gas, asap dan lain-laim berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan
partikel tambah berat dan malam hari turun bersama embun. Secara alamiah udara
mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2,
H2 dan lain-lain. Penambahan gas kedalam udara melampaui
kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara. Zat
pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan
gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata
telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran berbentuk
gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat
langsung. Gas-gas ini antara lain SO2, NOX, CO, CO2,
hidrokarbon dan lain-lain.
Untuk beberapa bahan tertentu zat
pencemar ini berbentuk padat dan cair. Karena suatu kondisi temperatur ataupun
tekanan tertentu bahan padat/cair itu dapat berubah menjadi gas. Baik partikel
maupun gas membawa akibat terutama bagi kesehatan manusia seperti debu
batubara, asbes, semen, belerang, asap pembakaran, uap air, gas sulfida, uap amoniak,
dan lain-lain. Pencemaran yang ditimbulkannya tergantung pada jenis limbah,
volume yang lepas di udara bebas dan lamanya berada dalam udara. Jangkauan
pencemaran melalui udara dapat berakibat luas karena faktor cuaca dan iklim
turut mempengaruhi. Pada malam hari zat yang berada dalam udara turun kembali
ke bumi bersamaan dengan embun. Adanya partikel kecil secara terus menerus
jatuh di atap rumah, dipermukaan daun pada pagi hari menunjukkan udara
mengandung partikel. Kadang-kadang terjadi hujan asam. Arah angin mempengaruhi
daerah pencemaran karena sifat gas dan partikel yang ringan mudah terbawa.
Kenaikan konsentrasi partikel dan gas dalam udara di beberapa kota besar dan
daerah industri banyak menimbulkan pengaruh, misalnya gangguan jarak pandang oleh
asap kendaraan bermotor, gangguan pernafasan dan timbulnya beberapa jenis
penyakit tertentu. Jenis industri yang menjadi sumber pencemaran melalui udara
diantaranya :
1.
Industri
besi dan baja
2.
Industri
semen
3.
Industri
kendaraan bermotor
4.
Industri
pupuk
5.
Industri
alumunium
6.
Industri
pembangkit tenaga listrik
7.
Industri
kertas
8.
Industri
kilang minyak
9.
Industri
pertambangan
Jenis industri semacam ini akumulasinya di udara dipengaruhi arah angin,
tetapi karena sumbernya bersifat stasioner maka lingkungan sekitar menerima
resiko yang sangat tinggi dampak pencemaran.
Berdasarkan ini maka konsentrasi bahan pencemar dalam udara perlu
ditetapkan sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap manusia dan makhluk
lain disekitarnya.
Industri selalu dikaitkan sebagai sumber
pencemar karena aktivitas industri merupakan kegiatan yang sangat tampak dalam
pembebasan berbagai senyawa kimia ke lingkungan. Kita sering melihat asap tebal
yang membubung keluar dari cerobong pabrik merupakan limbah gas yang
dikeluarkan pabrik ke lingkungan. Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai
pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat
konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber alami (seperti gunung api)
serta juga gas yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources).
Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi 2 yaitu :
1.
Senyawa
pencemar primer adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber
2.
Senyawa
pencemar sekunder adalah senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat antar-aksi
dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian banyak
senyawa pencemar yang ada, lima senyawa yang paling sering dikaitkan dengan
pencemaran udara adalah : karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOX),
oksida sulfur (SOX), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu)
Definisi dari pencemaran udara itu
sendiri ialah peristiwa pemasukan atau penambahan senyawa, bahan, atau energi
ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur
dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling
baik. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa nilai lingkungan udara tersebut
telah menurun. Pada umumnya jenis pencemar melalui udara terdiri dari
bermacam-macam senyawa kimia baik berupa limbah maupun bahan berbahaya yang
tersimpan dalam pabrik. Limbah gas, asap, dan debu melalui udara adalah :
1.
Debu :
berupa padatan halus
2.
Karbon
monoksida : gas tidak berwarna dan tidak berbau
3.
Karbon
dioksida : gas, tidak berwarna, tidak berbau
4.
Oksida
nitrogen : gas, berwarna dan berbau
5.
Asap :
campuran gas dan partikel berwarna hitam (CO2dan SO2)
6.
Belerang
dioksida : tidak berwarna dan berbau tajam
7.
Soda api :
kristal
8.
Asam
chlorida : berupa larutan dan uap
9.
Asam sulfat
: cairan kental
10. Amoniak : gas tidak berwarna, berbau
11. Timah hitam : gas tidak berwarna
12. Nitro karbon : gas tidak berwarna
13. Hidrogen fluorida : gas tidak berwarna
14. Nitrogen sulfida : gas, berbau
15. Chlor : gas, larutan dan berbau
16. Merkuri : tidak berwarna, larutan
Pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas manusia dapat ditimbulkan
dari 6 sumber utama, yaitu :
1.
Pengangkutan
dan transportasi
2.
Kegiatan
rumah tangga
3.
Pembangkitan
daya yang menggunakan bahan bakar fosil
4.
Pembakaran
sampah
5.
Pembakaran
sisa pertanian dan kebakaran hutan
6.
Pembakaran
bahan bakar dan emisi proses
BAB III
PERMASALAHAN AKIBAT LIMBAH GAS
PERMASALAHAN AKIBAT LIMBAH GAS
A. Global Warming
Seringkali kita mendengar orang bicara “bumi yang kita huni menjadi panas” atau “bumi kita tidak sejuk kembali”. Kalimat tersebut
adalah benar. Sebelum era teknologi dan industri modern, bumi yang kita huni
memiliki kualitas udara yang lebih sejuk dibandingkan sekarang. Sebab di zaman
itu, kota-kota besar masih dipenuhi pepohonan dan hutan pun masih hijau nan
lebat. Namun dengan kemajuan teknologi dan peningkatan jumlah penduduk
menyebabkan kebutuhan di lapisan demografi (lapisan kehidupan manusia) semakin meningkat,
yang bahkan menyebabkan tergesernya kelestarian alam yang menjadi sumber
kehidupan kita.
Menurut WWF (World
Wildlife Fund) yang merupakan organisasi peduli lingkungan dan
penggalangan dana pelestarian alam dunia, Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki kawasan hutan terbesar kedua di dunia, yaitu di Kalimantan, Papua
dan Sumatera. Hutan kita adalah paru-paru dunia.
Namun semakin kesini, banyak sekali penebangan hutan yang dilakukan secara
legal maupun ilegal. Penebangan tersebut menyebabkan pasokan oksigen dari hutan
ke atmosfir semakin berkurang.
Selain kurangnya pasokan oksigen, kita
sebagai penduduk bumi malah mengemisikan polutan gas berbahaya ke atmosfir.
Salah satu polutan yang paling sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari adalah
Karbon Dioksida (CO2). Gas karbon dioksida dihasilkan secara alami
dari proses pernapasan dan pembakaran sempurna dari berbagai macam senyawa
hidrokarbon.
Bahan bakar kendaraan bermotor dan
senyawa hidrokarbon yang mengalami pembakaran tak sempurna menghasilkan CO2,
asap dan jelaga. Gas CO2 apabila terhisap dalam konsentrasi
yang tinggi dapat menyebabkan pingsan, karena menggantikan fungsi oksigen di
dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin. Hal ini dapat mengganggu sistem
metabolisme tubuh.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk, kendaraan bermotor dan industri yang
menggunakan bahan bakar akan menghasilkan CO2 dalam jumlah yang
banyak. Sedangkan kita tahu di Indonesia, populasi pepohonan semakin berkurang.
Padahal pepohonan memiliki fungsi sebagai pengikat CO2. Apabila ini
terjadi terus menerus, keseimbangan CO2 di alam menjadi
terganggu.
Kadar CO2 yang berlebih
akan membentuk lapisan CO2 di atmosfir. Lapisan ini dapat
meneruskan sinar ke Bumi namun ketika sinar matahari dipantulkan lagi oleh Bumi,
sinar tersebut akan dipantulkan kembali oleh lapisan CO2 ke
Bumi. Keadaan inilah yang menyebabkan suhu di permukaan meningkat secara
menyeluruh, atau kita sebut dengan pemanasan global. Jika lapisan tersebut
semakin meningkat seolah-olah berfungsi seperti lapisan kaca yang sukar melepas
panas. Dampak ini dinamakan efek rumah kaca (green house effect).
Efek rumah kaca ini sangat terasa
sekali. Berdasarkan survei WWF, gunung es di Afrika Selatan sudah mencair
hingga setengahnya karena meningkatnya suhu bumi. Bila es mencair, maka
permukaan air laut semakin naik. Hal ini dikuatkan oleh penduduk di garis
pantai selatan pulau Jawa yang biasanya bisa berjalan di pasir pantai di
kejauhan kini harus semakin mundur ke utara, seperti di tempat wisata
Pangandaran.
Selain naiknya permukaan air laut, beberapa kota di negara Paraguay harus
terkena dampak dari pemanasan global ini. Paraguay memiliki iklim yang sama
seperti Indonesia, tapi ketika siang hari suhunya bisa mencapai 490C.
Bahkan dikabarkan bahwa penduduk disana sudah bisa menggoreng makanan di atas
aspal. Di Indonesia, Jakarta yang di era 80-an masih dibilang sejuk. Namun
semakin kesini, jumlah penduduknya bertambah sehingga pepohonan dibabat habis.
Apabila kita mengunjungi Jakarta, udara yang kita hirup terasa kering dan
panas. Hal itu disebabkan karena banyaknya polutan gas di udara serta kurangnya
pasokan oksigen dari pepohonan. Belum lagi karena wilayahnya yang padat, maka
emisi polutan gas ke atmosfir lebih besar dibandingkan kota lainnya. Oleh
karena itu Jakarta panas seperti kota di dalam rumah kaca.
B.
Emisi Karbon
Jumlah kendaraan di Indonesia
semakin bertambah, terutama di kota-kota besar. Dengan meningkatnya jumlah
kendaraan, maka meningkat pula polutan gas yang dikeluarkan knalpot ke udara.
Gas-gas hasil pembakaran tersebut adalah karbon dioksida dan karbon monoksida.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, senyawa karbon dioksida adalah hasil pembakaran sempurna
hidrokarbon. Meskipun senyawa ini masih dapat bisa diserap oleh pepohonan,
tetapi apabila masuk ke dalam tubuh dalam konsentrasi yang berlebih (10-20%)
dapat menyebabkan gangguan metabolisme dalam darah.
Berbeda dengan karbon monoksida.
Senyawa ini adalah hasil pembakaran tidak sempurna dari hidrokarbon. Senyawa
ini memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat beracun, serta tidak
dapat diserap oleh tanaman. Senyawa ini dapat mengikat hemoglobin dalam darah.
Seseorang yang keracunan gas ini akan mati lemas karena kekurangan oksigen dalam
darah untuk melakukan proses metabolisme tubuh.
Hal ini merupakan ancaman bagi
kesehatan manusia. Dengan semakin bertambahnya jumlah kendaraan, maka emisi
karbon monoksida semakin bertambah. Bila hal ini terus menerus terjadi, maka
manusia jadi kesulitan mendapatkan udara segar bebas polutan. Dengan kesulitan
tersebut dapat memungkinkan orang tersebut sakit dan mengeluarkan biaya
pengobatan.
Sebuah studi pada 2012 atas kerjasama
Kementrian Lingkungan Hidup dan UNEP memperkirakan besarnya biaya kesehatan penduduk
Jakarta yang telah dikeluarkan pada 2010 terkait pencemaran udara Dengan asumsi
biaya perawatan minimal hingga maksimal, biaya tersebut berkisar Rp.697,9 milyar hingga Rp.38,5 triliun.
Biaya besar tersebut akibat
penyakit yang berkaitan dengan pencemaran udara seperti asma, infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), pneunomia, broncopneumonia dan penyempitan saluran
pernapasan/paru kronis.
C.
Kota Dengan Oksigen Kaleng
Pernahkah kita melihat tabung oksigen di
rumah sakit yang digunakan untuk membantu seseorang yang sulit bernapas agar
bisa bernapas? Di China, oksigen sudah dikemas dalam bentuk kaleng dan dijual
bebas.
Kita sebagai makhluk yang diberi
kesehatan harus bersyukur karena masih diberikan kemampuan untuk bernapas,
terutama karena oksigen yang masih berlimpah di Indonesia.
Jumlah Industri semakin bertambah
sehingga polutan gas pun semakin banyak. Begitupun dengan Beijing China. Kota
metropolitan yang biasanya cerah kini harus diselimuti kabut tebal setiap hari.
Kabut ini berasal dari polusi pabrik-pabrik. Bahkan tingkat polusi di Beijing
sudah melampaui batas/skala.
Berdasarkan WHO, angka rata-rata
konsentrasi partikel polusi terkecil tidak boleh melebihi 25 mikrogram. Udara
sudah dinyatakan berbahaya untuk dihirup bila angkanya melebihi 100 mikrogram.
Dan berdasarkan Pusat Pemantauan Lingkungan Kota Beijing, angka polusi kota
menunjukkan 393 mikrogram. Level tersebut menandakan udara di ibukota sangat
tercemar.
PENANGANAN
BAB IV
PENANGANAN
LIMBAH GAS
Ada beberapa metode yang telah
dikembangkan untuk penyederhanaan buangan gas. Dasar pengembangan yang
dilakukan adalah absorbsi, pembakaran, penyerap ion, kolam netralisasi dan
pembersihan partikel. Pilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut :
1.
Jenis bahan
pencemar (polutan)
2.
Komposisi
3.
Konsentrasi
4.
Kecepatan
air polutan
5.
Daya racun
polutan
6.
Berat jenis
7.
Rekativitas
8.
Kondisi
lingkungan
Desain peralatan disesuaikan dengan
variabel tersebut untuk memperoleh tingkat efisiensi yang maksimum.
Kesulitannya sering terbentuk pada persediaan alat di pasaran. Pilihan desain
yang diinginkan tidak sesuai dengan kondisi limbah, sebab itu harus dibentuk
desain baru. Kemampuan untuk mendesain peralatan membutuhkan keahlian
tersendiri dan ini merupakan masalah tersendiri pula. Disamping itu ada faktor
lain yang harus dipertimbangkan yaitu nilai ekonomis peralatan. Tidakkah
peralatan mencakup sebagian besar investasi yang tentu harus dibebankan pada
harga pokok produksi. Permasalahannya bahwa ternyata kemudian biaya
pengendalian menjadi beban konsumen.
Teknologi pengendalian harus dikaji secara seksama agar penggunaan alat
tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan
memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan teknologi pengendalian dan rancangan sistemnya adalah :
1.
Watak gas
buang atau efluen
2.
Tingkat
pengurangan limbah yang dibutuhkan
3.
Teknologi
komponen alat pengendalian pencemaran
4.
Kemungkinan
perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomi
Industri-industri di Indonesia terutama
industri milik negara telah menerapkan sistem pengendalian pencemaran udara dan
sistem ini terutama dikaitkan dengan proses produksi seta penanggulangan
pencemaran debu. Pengendalian pencemaran akan membawa dampak positif bagi
lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan masyarakat yang lebih
baik, kenyamanan hidup lingkungan sekitar yang lebih tinggi, resiko yang lebih
rendah, kerusakan materi yang rendah, dan yang paling penting ialah kerusakan
lingkungan yang rendah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengendalian
pencemaran ialah karakteristik dari pencemar dan hal tersebut bergantung pada
jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, kondisi geografik
sumber pencemar, dan kondisi meteorologis lingkungan.
Pengendalian pencemaran udara dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran
limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih
efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan
diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Didalam sebuah pabrik
kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu
penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar. Alat-alat
pemisah debu bertujuan untuk memisahkan debu dari aliran gas buang. Debu dpat
ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi,
dan sifat higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu
yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga aspek ekonomis.
Secara umum alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya :
1.
Pemisah
Brown
Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip gerak
partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang ukuran
0,01 – 0,05 mikron. Alat yang dipatenkan dibentuk oleh susunan filamen gelas
dengan jarak anatar filamen yang lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata
pertikel.
2.
Penapisan
Deretan penapis atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1
mikron. Susunan penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang mengandung
minyak atau debu higroskopik.
3.
Pengendap
elektrostatik
Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas
yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara
beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran
rentang 0,2 – 0,5 mikron. Secara teoritik seharusnya partikel yang terkumpulkan
tidak memiliki batas minimum.
4.
Pengumpul
sentrifugal
Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang
dibangkitkan oleh bentuk saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan patikel ke
dinding dan gas berputar (vortex) sehingga
debu akan menempel di dinding serta terkumpul pada dasar alat. Alat yang
menggunakan prinsip ini digunakan untuk pemisahan partikel dengan rentang
ukuran diameter hingga 10 mikron lebih.
5.
Pemisah
inersia
Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam
aliran gas. Pemisah ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan
bertumbukan dengan penyekat dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat yang
bekerja berdasarkan prinsip inersia ini bekerja dengan baik untuk partikel yang
berukuran hingga 5 mikron.
6.
Pengendapan
dengan gravitasi
Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya gravitasi
dan kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik
untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan tidak
digunakan sebagai pemisah debu tingkat akhir.
Di industri terdapat juga beberapa alat
yang dapat memisahkan debu dan gas secara bersamaan (simultan).
Alat-alat tersebut memanfaatkan sifat-sifat fisik debu sekaligus sifat gas yang
dapat terlarut dalam cairan. Beberapa metoda umum yang dapat digunakan untuk
pemisah secara simultan ialah :
1.
Menara
percik
Prinsip kerja menara percik ialah mengkontakkan aliran gas yang
berkecepatan rendah dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk
butiran. Alat ini merupakan alat yang relatif sederhana dengan kemampuan
penghilangan sedang (moderate). Menara percik mampu
mengurangi kandungan debu dengan rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas
yang larut dalam air.
2.
Siklon basah
Modifikasi dari siklon ini dapat menangani gas yang berputar lewat percikan
air. Butiran air yang mengandung partikel dan gas yang terlarut akan dipisahkan
dengan aliran gas utama atas dasar gaya sentrifugal. Slurry dikumpulkan
dibagian bawah siklon. Siklon jenis ini lebih baik daripada menara percik.
Rentang ukuran debu yang dapat dipisahkan ialah antara 3-5 mikron.
3.
Pemisah
venture
Metode pemisahan venturi didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi pada
bagian yang disempitkan dan kemudian gas akan bersentuhan dengan butir air yang
dimasukkan di daerah sempit tersebut. Alat ini dapat memisahkan ppartikel
hingga ukuran 0,1 mikron dan gas yang larut di dalam air.
4.
Tumbukan orifice plate
Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini
membentur lapisan air hingga membentuk percikan air. Percikan ini akan
bertumbukan dengan penyekat dan air akan menyerap gas serta mengikat debu.
Ukuran partikel paling kecil yang dapat sdiserap ialah 1 mikron.
5.
Menara
dengan packing
Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara mengkontakkan cairan dan gas
diantara packing. Aliran gas dan cairan dapat mengalir secara co-current, counter-current, ataupun cross-current. Ukuran debu yang dapat diserap ialah
debu yang berdiameter lebih dari 10 mikron.
6.
Pencuci
dengan pengintian
Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan
partikel yang dapat ditangani ialah partikel yang berdiameter hingga 0,01
mikron serta dikumpulkan pada permukaan filamen.
7.
Pembentur
turbulen
Pembentur turbulen pada dasarnya ialah penyerapan partikel dengan cara
mengalirkan aliran gas lewat cairan yang berisi bola-bola pejal. Partikel dapat
dipisahkan dari aliran gas karena bertumbukkan dengan bola-bola tersebut.
Efisiensi penyerapan gas bergantung pada jumlah tahap yang digunakan.
Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar Limbah B3 yang dihasilkan dari aktivitas/kegiatan
seminimalkan mungkin dan bahkan diupayakan sampai dengan nol, yaitu dengan
melakukan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan,
pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Jika masih
dihasilkan Limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan Limbah B3, namun dengan tetap
menjaga agar limbah B3 tersebut tidak mencemari lingkungan dan membahayakan
bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Secara umum, ada tiga produk akhir kegiatan produksi PT. Krakatau Steel
(Persero) Tbk, yaitu hot rolled coil, cold rolled coil, dan wire rod.
Perusahaan ini memiliki 7 (tujuh) buah fasilitas produksi yang membuat
perusahaan ini menjadi satu-satunya industri baja terpadu di Indonesia. Ketujuh
buah pabrik tersebut menghasilkan berbagai jenis produk baja dari bahan mentah,
yaitu:
- Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plant)
- Pabrik Billet Baja (Billet Steel Plant)
- Pabrik Baja Slab 1 (Slab Steel Plant 1)
- Pabrik Baja Slab 2 (Slab Steel Plant 2)
- Pabrik Pengerolan Canai Panas (Hot Strip Mill)
- Pabrik Pengerolan Canai Dingin (Cold Rolling
Mill)
- Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill)
Produksi baja PT Krakatau Steel diawali dari pengolahan bijih besi atau
pellet menjadi besi dengan memanfaatkan gas alam di Pabrik Besi Spons. Besi yang
telah dihasilkan ini diproses lagi dengan menggunakan Electric Arc Furnace (EAF) di Pabrik Slab Baja dan Pabrik Billet Baja. Pada pemrosesan dengan EAF, besi
dicampur dengan bahan lainnya seperti scrap, hot
bricket iron (HBI), dan
material tambahan sehingga menghasilkan slab baja dan billet baja.
Produk slab baja selanjutnya diolah dengan
pemanasan ulang dan pengerolan di Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill).Hasil
dari Pabrik Baja Lembaran Panas banyak dimanfaatkan untuk pipa, bangunan, bahan
konstruksi kapal, dan lainnya. Lebih lanjut lagi, baja lembaran panas diolah
melalui proses pengerolan ulang dan proses secara kimia di Pabrik Baja Lembaran
Dingin (Cold Rolling Mill). Produk baja yang dihasilkan berupa baja
lembar dingin yang banyak digunakan untuk komponen bagian dalam mobil atau
motor badan kendaraan, peralatan rumah tangga, kaleng, dan lainnya.Di sisi
lain, produk baja billet yang dihasilkan oleh Pabrik Baja Billet, mengalami
proses pengerolan di Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill) sehingga
dihasilkan batang kawat baja yang banyak diaplikasikan untuk senar piano, mur,
paku, baut, pegas, kawat baja, dan lainnya.
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk
mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya
dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun
dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses
pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia,
stabilisasi/solidifikasi, dan insinerasi.Limbah B3 dari sumber spesifik
Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji
analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut. Limbah dikatagorikan sebagai limbah B3
jika memiliki sifat diantara yang disebut dibawah yaitu : Mudah meledak, Sangat
mudah sekali menyala, Sangat mudah menyala, Mudah terbakar, Reaktif,
Beracun,Korosif, Infeksi, Pengujian toksikologi. Hasil analisa laboratorium uji
karakteristik limbah B3 PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. yang dilakukan di Laboratorium
Sucofindo. Berikut adalah salah
satu hasil analisa:
Karakteristik
Slag
|
Jenis
Limbah
|
Standar
|
Metode
|
|||
PS Ball
|
Fines
Sponge Iron
|
Mill
Scale
|
Slag
|
PS Ball
|
Fines Sponge Iron
|
|
Eksplosive
|
Tidak mudah
meledak
|
Tidak mudah
meledak
|
Tidak mudah
meledak
|
Tidak mudah
meledak
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
Organoleptic
|
Flammable
|
Tidak mudah
terbakar
|
Tidak mudah
terbakar
|
Tidak mudah
terbakar
|
Tidak mudah
terbakar
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
US EPA SW-846-1010
|
Reaktif
Terhadap
|
||||||
Air
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
Thermometric and Organoleptic
|
Test H2S
|
Positif
|
Positif
|
Positif
|
Positif
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
US EPA SW-846-9030
|
Test CN
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
US EPA SW-846-9010
|
Physical dan
Color Forming
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
Organoleptic
|
Corrosive
(pH≤2.5 atau pH ≥12.5
|
10.0
(tidak
korosive)
|
9.3 (tidak
korosive)
|
10.7 (tidak
korosive)
|
9.7 (tidak
korosive)
|
PPRI No
85/1999 jo PPRI No 18 /1999
|
US EPA SW-846-9045
|
Dari uji karakteristik diatas memperlihatkan bahwa
limbah industri besi baja dan logam dari PT. Krakatau Steel tidak termasuk
limbah yang mudah meledak, mudah terbakar, tidak bereaksi dengan air, tidak
bereaksi dengan CN dan tidak korosif, namun bereaksi positif terhadap H2S.
Apabila limbah B3 tersebut akan dimanfaatkan lebih lanjut maka harus dipastikan
bahwa limbah tersebut dihindarkan dari kondisi lingkungan asam atau dibawah
pH<2. Selain itu, limbah tersebut jika bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
menghasilkan gas, uap, atau asap berbahaya.
Pengelolaan Limbah B3 Besi Baja Berdasarkan
Peraturan yang Berlaku
Berdasarkan PP No. 101
Tahun 2014, beberapa limbah dari industri besi baja termasuk dalam limbah
khusus.
Kategori Limbah:
Kategori 1 : Limbah B3 yang berdampak akut dan
langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
Kategori 2 : Limbah B3 yang mengandung B3, memiliki
efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.
Limbah B3 yang statusnya menjadi limbah khusus
sesuai PP No. 101 Tahun 2014
Kode
Limbah
|
Jenis
limbah
|
Sumber
Limbah
|
Kategori
Bahaya
|
B402
|
Slag baja,
fine sponge
|
Peleburan
bijih/logam besi baja berteknologi electric arc furnace
|
2
|
B405
|
Konsentrat
besi
|
Peleburan
bijih/logam besi baja berteknologi EAF
|
2
|
B406
|
Mill scale
|
Peleburan
bijih/logam besi baja berteknologi EAF
|
2
|
B407
|
Debu EAF
|
Peleburan
bijih/logam besi baja berteknologi EAF
|
2
|
B408
|
PS Ball
|
Peleburan
bijih/logam besi baja berteknologi EAF
|
2
|
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Daftar Limbah B3 dari Industri Besi Baja yang
tidak Spesifik
No
|
Kode
Limbah
|
Nama
Limbah
|
Kategori
|
1.
|
A102d
|
Aki/baterai
bekas
|
1
|
2.
|
B107d
|
Limbah
elektronik termasuk cathode
ray tube(CRT), lampu TL, printed
circuit board (PCB), karet
kawat (wire rubber)
|
2
|
3.
|
B109d
|
Filter bekas
dari fasilitas pengendalian pencemaran udara
|
2
|
4.
|
B110d
|
Kain majun
bekas (used rags) dan yang sejenis
|
2
|
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Daftar Limbah B3 dari Sumber Spesifik Umum
Kode
Industri/ Kegiatan
|
Jenis
Industri/ Kegiatan
|
Sumber Limbah
|
Kode
Limbah
|
Uraian
Limbah
|
Kategori
Bahaya
|
09
|
Peleburan besi
dan baja
|
Proses
peleburan besi dan baja
1. Proses castingbesi dan baja
2. Proses rolling, drawing, sheeting
3.
Manufakturing Coke
4. IPAL yang
mengolah efluen dari coke
oven ataublast furnace
|
A309-1
|
Fluxing
agent bekas
|
1
|
A309-2
|
Limbah amonia,
fenol, sianida & hidrogen sulfida
|
1
|
|||
A309-3
|
Spent
pickle liquor
|
1
|
|||
A309-4
|
Sludge
spent pickle liquor
|
1
|
|||
A309-5
|
Sludge
amonia still lime
|
1
|
|||
A309-6
|
Residu dari
proses produksi kokas (tar)
|
1
|
|||
A309-7
|
Sludge
ammonia still lime
|
1
|
|||
B309-1
|
Dross
dari peleburan
|
2
|
|||
B309-2
|
Debu dari
fasilitas pengendalian pencemaran udara
|
2
|
|||
B309-3
|
Pasir foundry (sand foundry) & debu cupola
|
2
|
|||
B309-4
|
Emulsi minyak
dari fasilitas pendingin
|
2
|
|||
B309-5
|
Sludge IPAL yang mengolah efluen daricoke oven atau blast furnace.
|
2
|
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Pemanfaatan Limbah B3 Saat ini
Limbah yang dihasilkan oleh
pabrik besi baja PT. Krakatau Steel mengandung beberapa unsur dan senyawa bahan
kimia yang masih dapat dimanfaatkan, baik oleh PT. Krakatau steel sendiri
maupun oleh pabrik lain, misal debu EAF mempunyai kandungan Zn yang tinggi
sehingga dapat dimanfaatkan menjadi Zinc Oksida melalui proses thermal dengan
temperature di atas 1300 oC. Berikut pemanfaat limbah B3 dari pabrik besi baja
saat ini.
Pemanfaatan Limbah B3 di PT. Krakatau Steel
(Persero) Tbk.
No
|
Nama Limbah
|
Sumber
|
Perlakuan
|
1.
|
Mill Scale
|
Hot Strip Mill (HSM)
|
a. Dimanfaatkan untuk industri magnet domestik
b. Diekspor ke cina
|
2.
|
Steel Slag
|
Slab Steel Plant (SSP) dan Billet Steel Plant (BSP)
|
a. Diolah menjadi produk PS Ball
b. Dimanfaatkan untukroadbase
c. Dimanfaatkan pihak ketiga
|
3.
|
Debu EAF dan Sludge
|
Slab Steel Plant (SSP) Billet Steel Plant (BSP) dan Water Treatment
Plant (WTP) yang ada pada masing-masing pabrik
|
Dimanfaatkan oleh industri semen
|
4.
|
Oli dan pelumas bekas
|
Setiap pabrik yang menggunakan pelumas
|
Diserahkan pada pihak ketiga berizin
|
5.
|
Waste Pickle Liquor (WPL)
|
Cold Rolling Mill (CRM)
|
Diserahkan ke pemanfaat yang berizin
|
6.
|
Resin Catalyst dan karbon aktif
|
Direct Reduction Plant (DRP)
|
Diserahkan ke pemanfaat yang berizin
|
Sumber
: PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk
Teknologi
Pengolahan Limbah B3
Teknologi pengolahan Limbah B3secara umum dapat dibagi
empat macam, meliputi proses fisika/fisikokimia, proses kimia, proses biologi,
dan proses termal. Secara umum skema teknologi pengolahan limbah B3 terhadap
jenis limbah B3 yang berbeda-beda dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pemilihan teknologi pengolahan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik
limbah B3 tersebut. Tujuan dari
pengolahan limbah B3 adalah untuk mengurangi bahaya dari limbah terhadap
manusia dan lingkungan. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah limbah menjadi
material yang tidak berbahaya atau ramah lingkungan melalui proses kimia,
fisika, biologis dan termal.
Skema
Pengolahan dan Disposal Limbah B3
Upaya pengelolaan limbah B3 di industri besi dan
baja dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
- Reduksi limbah dengan
mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam proses kegiatan atau house
keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya reduksi
lainnya.
- Kegiatan pengemasan
dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang menunjukkan karakteristik
dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995.
- Penyimpanan dapat
dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku acuan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor:
Kep-01l/Bapedal/09/1995.
- Pengumpulan dapat
dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep--01/Bapedal/09/1995 yang
menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik limbah, fasilitas
laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi.
- Kegiatan pengangkutan
perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan ketentuan teknis
pengangkutan.
- Upaya pemanfaatan
dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan kembali
(recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan
ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.
- Pengolahan limbah B3
dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara
fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah
lingkungan.
- Pengangkutan Limbah B3
dilakukan dengan alat angkut yang bersifat tertutup, untuk menghindari
pencemaran lingkungan.
- Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Salah satu limbah yang saat ini sangat diperhatikan
adalah limbah gas yang mencemarkan udara. Limbah gas/asap adalah limbah yang
memanfaatkan udara sebagai media.
2. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi
dua bagian yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih
mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan
fume. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui
penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini antara lain
SO2, NOX, CO, CO2, hidrokarbon dan lain-lain.
3. Terdapat berbagai macam kejadian merugikan yang
diakibatkan oleh limbah gas yaitu pemanasan global, hujan asam, asap tebal
industri dan gangguan alat pernapasan.
4. Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas.
Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena
hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan
yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan.
5. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik besi baja PT.
Krakatau Steel mengandung beberapa unsur dan senyawa bahan kimia yang masih
dapat dimanfaatkan, baik oleh PT. Krakatau steel sendiri maupun oleh pabrik
lain, misal debu EAF mempunyai kandungan Zn yang tinggi sehingga dapat
dimanfaatkan menjadi Zinc Oksida melalui proses thermal dengan temperature di
atas 1300 oC.
Komentar
Posting Komentar